“Apalah itu yang penting syukur” Seperti biasanya malam itupun aku pergi dengan sahabat-sahabatku, yah kata mereka seperti apa ...
“Apalah itu yang penting syukur”
Seperti biasanya malam itupun aku pergi dengan sahabat-sahabatku, yah kata mereka seperti apa yang ada didalam hatiku ini, semakin besar tubuh dan umur tidak mempengaruhi bertambahnya kenikmatan hari raya tapi malah semakin hampa.
Tapi kita setidaknya sudah mensyukuri ini, kami telah diberi umur yang panjang di hari raya ini. Dan juga berkesempatan menjenguk kedua orang tua, entah apa yang menyelimuti fikiran kita yang menyebabkan hari raya ini semakin hampa terutama aku sendiri, tahun ini adalah tahun yang sangat spesial dimana aku dicoba dengan tantangan yang seakan beban itu berat sekali, entah berapa kilo berat cobaan tuhan yang diberikan kehambanya ini.
Hemm. Itulah nasib ketika kita harus memilih merayakan hari raya dirumah bapak dulu atau ke ibu dulu. Ortuku memang sudah berpisah tapi sebenarnya aku masih pingin melihat keluarga aku yang utuh. Seandinya bapak aku dan ibuk dulu adalah tetangga mungkin aku tidak seperti sekarang harus muter-muter ujung selatan terus balik lagi ke ujung barat hhohoh menyedihkan sekali. Sebaiknya aku besok kalau nikah mending sama tetangga saja biar kalau cerai gak nyusahin anak. Tapi kalau bisa jangan cerailah. Aaaamiiiiiiin. Aku ingat bahwa ucapan adalah do’a jadi mendingan tulisan yang nikah sama tetangga tadi dicoret ajalah yaya dicoret aja.
Aku tidak ingin mengingat-ingat perceraian ortuku, karna jika aku mengingatnya hufft terasa berat, memang nulis cerita seperti ini memang sangat berat karna dilakukan dengan penuh penghanyatan walaupun adakalimat yang sepertinya gak nyambung maklumlah aku nulis ini mataku sambil berkaca-kaca kisanak jadi agak burem ni mata.
Tahun ini aku ke semarang lebih awal karna aku tidak punya tujuan lagi di dirumah itu hanya akan menambah duka lara. Itulah alasan mengapa aku kesemarang lebih awal karna aku tidak ingin larut dalam kesedihan walaupun aku sebenarnya masih rindu dengan bapak,ibuk,adik,kakak,embah dan juga sahabat-sahabatku dirumah yang selalu menghiburku. Inilah pilihanku aku tidak ingin ada kecemburuan diantara orang tuaku karna aku tinggal lebih lama disalah satu ortuku dan aku menetapkan rumahku sekarang adalah disemarang. Eamang akupunya rumah disemarang ya??, entah pokoknya itu. Jadi kalau aku kejepara hanya bersilaturahmi.
Setidaknya aku bisa mengambil hikmah dari semua ini. Aku tidak ingin menjadi orang yang biasa-biasa saja karna cobaan ini adalah cobaan yang luar biasa semoga terpenuhi semua anganku sungguh sebenarnya aku ingin memperlihatkan kesuksesan aku ketika bapak dan ibuk masih satu atap aku ingin melihat senyum tua bersama mereka berdua.
“NENEK PAHLAWANKU”
Aku mengarang
cerita ini, Karena saat aku waktu kecil perbuatanku yang sedikit ganjil dan
juga sangat menyenangkan.
Menerut cerita
nenek moyangku, orang tuaku berasal dari dukuh timbul, desa tubanan, jawa
tengah. Jadi, jelas aku orang jawa asli yang belum kena aliran darah lain tapi
enggak tau kalau dulu-dulu nenek aku ada yang nikah sama orang penjajah ya aku
gak tau, karna kata nenek aku dulu didesa ini itu tempat pangkalan para
penjajah belanda .
Sekitar tahun 2003,
sewaktu aku berusia tiga belas taun, aku
tinggal di kalialang, kecamatan gunung , kabupaten semarang. Ayahku menjadi
kuli mebel di tempat itu. Hidupku terasa begitu sangat gembira, karena
berkumpul dengan orang tua. Setiap hari penuh dengan kasih sayang mereka. Jika
aku menginginkan sesuatu, mereka akan segera memenuhinya. Kasih sayang ayah dan
ibuku itu tidak bisa kuganti dengan tinta yang aku goreskan di lembarankertas
ini. Kebahagiaan itu kurasakan bertambah saat aku mempunyai adik perempuan yang
sangat lucu. Tapi, adikku tidak lama merasakan kegembiraan dan juga
keharmonisan sebuah keluarga.
Setahun berikutnya, ayahku tergoda
perempuan lain. Ibukupun diceraikanolehnya. Setelah dicerai, ibu pulang ke
tempat orang tuanya di benik masih kabupaten semarang.
Karena masih kecil, aku tidak mengerti
masalah itu. Tahu-tahu aku telah diikutkan kepada ibu tiriku, yang tidak
mengandungjiwaku . hidupku sangat berbeda dengan yang sebelumnya, dulunya aku sangat merasakan bagaimana kasih
sayang orang tua di dalam keharmonisan keluarga. Kalau sekarang ibarat gunung
dan laut.
Akupun kehilangan kasih sayang ayahku.
Dia suka marahdan memukulku. Tak ada sedikitpun kasih sayang di panorama
wajahnya.
Setelah berumur lima belas tahun, aku
disekolahkan di sekolah negri yang sangat bagus. Disekolahitu aku rajin
belajar sehingga aku banyak dikenal
dantenunya dikasihi jugaoleh guruku. Namun apa yang terjadi ?
Setelah aku tiga tahun sekolah. Ayahku dihukum karena korupsi di pabrik
kelapa. Disamping ayahku punya bisnis mebel, ayahku juga menjabat sebagai
sekertaris di pabrik kelapa sawit. Dia tidak bisalagi pulang kerumah. Sewaktu
aku tanyakan kepada ibu tiriku, dia hanya menjawab “tidak ada”.
Keesokan harinya, saat aku berpakaian
sekolah seperti biasanya, dengan keras ibu tiriku bertanya, “ mau kemana?”
“ke sekolah” jawabku pelan
“kesekolah? Siapa yang mau membanyar
uang sekolahmu? Aku ? tidak bisa. Sekarang, dengarkan. Ganti pakaianmu.
Mulai hari ini kamu tidak usah sekolah,” sahut ibu tiriku”, sambil
menuding-nudingkan jari telunjuknya kepadaku .
Aku tidak menjawab sepatah katapun,
karena takut . aku kembali ke kamar, berganti pakaian. Selama tidak sekolah
kerjaku hanya bermain-main dengan anak seusiaku. Ke manapun aku pergi, ibu
tiriku membiarkannya. Makin lama akupun makin senang. Namun ibu tiriku makin
membenciku.
Untunglah aku diselamatkan tuhan dari
murkanya ibu tiriku, sekitar tujuh bulan kemudian neneku yang tinggal di
ngandong di daerah keling , kabupaten jepara, menjemputku akupun ikut ke
ngandong dan hidup bersama nenek aku.
by: dafi
COMMENTS